Feeds:
Pos
Komentar

ke sumba

kampung_kabadd_wemoro.jpg

minggu ini kami akan ke sumba. ada data permukiman tradisional yang perlu dimutakhirkan dengan pengamatan lapangan. kami harap akan ada banyak informasi baru bagi kami mengenai permukiman peninggalan masa megalitikum ini.

secara khusus kami akan meninjau aspek tektonikanya, aspek peri bagaimana perkampungan dan rumah mereka diletakkan di atas tanah pilihan mereka, ditegakkan di tempat yang semestinya dan dirangkai semua unsur bangunannya hingga bisa dihuni dan ditinggali.

pulau sumba sumba dan savu
kami berangkat berdua: anto dan gregorius. direncanakan berangkat dari yogya selasa malam menggunakan pesawat LION AIR nomor penerbangan WI 8926 pukul 20.45 menuju denpasar. di sana akan nebeng di rumah gede. rabu siang kami terbang menuju waingapu, sumba, dengan pesawat MERPATI, nomor penerbangan M 6710, pukul 12.55. di sana kami berdua akan [kembali] nebeng di rumah rudolf umbu selama seminggu [!]

direncanakan, kami berdua akan ditemani rudolf umbu dan heribertus yang keduanya alumni arsitektur duta wacana.
kami akan kembali lagi melaporkan setelah sampai di sana [semoga saja ada koneksi internet!].

order of things

buku ini aku dapatkan sebagai hadiah atau oleh-oleh dari adikku nunung, sepulangnya dia dari sekolah di USA. karenanya buku ini aku hormati. sudah lama sekali, mungkin 10 tahunan lewat.

buku ini baru sungguh-sungguh berguna ketika aku mengerjakan tesis mengenai representasi dalam historiografi arsitektur kolonial. buku ini aku baca dengan susah payah. aku harus mengerahkan bantuan dari berbagai pihak untuk memahaminya. mula-mula, aku memang membacanya lewat orang lain dulu. baru sekarang-sekarang ini aku menghampirinya sendiri. langsung aku baca dia.

kampung adat NAGA tertutup

kampung naga

kampung adat naga di tasikmalaya menyatakan tertutup untuk rombongan maupun untuk penelitian. hal ini sudah menjadi keputusan para sesepuh mereka yang tersinggung atas protes masyarakat yang mengeluhkan biaya parkir yang dipungut oleh PEMDA setempat. sementara, masyarakat NAGA sendiri sama sekali tidak pernah menerima sepeser pun dari pungutan PEMDA itu.

lebih lengkapnya silakan klik berita dari harian pikiran rakyat, senin, 06 februari 2006 ini.

inilah bila masyarakat sudah “sadar diri” dan mampu menyuarakan suaranya. kita merindukan hal seperti ini, di antara kekerasan yang dilakukan negara atas warganya sendiri!

bandung

kota ini tersimpan dalam kenangan saya karena saya lama tinggal di sana sebagai mahasiswa.

ketika saya masuk kota ini sebagai mahasiswa, sebagian besar karena dipengaruhi oleh rekan-rekan SMA yang ingin sekolah di sana. di itb.

saya sendiri tidak punya gambaran bakal sekolah di sekolah bergengsi itu. ikut-ikutan sajalah saya mendaftar bersama rekan-rekan tadi. dan setelah diterima maka jatuh cintalah saya pada kota bikinan belanda di masa kolonialisasi ini.

alun-alun bandung 1938
kota ini meski mengambil tempat di tatar ukur [begitulah namanya dulu], suatu kawasan milik orang sunda, tapi belanda kolonial telah memilihnya sebagai tempat pertahanan bagi infrastruktur pemerintahan dan militernya. kota ini dibangun sama sekali sebagai de wite stad in de tropen. beberapa gambar kota ini di masa lalu itu dapat anda lihat dari webpage guntur guntara “bandung city homepage” [banyak hal menarik dari webpage itu, thanks untuk guntur!]. atau juga silakan kunjungi situs made in bandung.com, untuk gambar-gambar kota tadi berikut segala macam pernik tentang kota itu di masa kini.
keluar dari bandung saya kerja di jakarta dan kemudian menetap hingga sekarang di yogyakarta. di kota yang baru ini saya masih memelihara hubungan dengan alam sunda dengan sesekali mengunjungi warung indomie rebus dan kacang ijo yang banyak bertebaran di sekitar kos-kosan mahasiswa di yogyakarta. meskipun umumnya para penjual itu berasal bukan dari bandung, tapi dari kuningan, tapi lewat merekalah saya masih bisa berkomunikasi dengan bahasa sunda. ini bahasa, menurut pater brouwer ofm almarhum, adalah bahasa yang paling merdu sedunia setara dengan bahasa prancis. saya setuju dengannya.
bandung, kota barat di jawa barat ini telah menempati tempat istimewa dalam kenangan saya.

walter benjamin

benjamin-illumination benjamin-arcade
saya tertarik padanya ketika sedang mendiskusikan masalah otentisitas, aura karya seni dan ‘nasib’ karya sendi di masa reproduksi mekanik seperti sekarang ini. diskusi ini sudah lama digeluti oleh para seniman, dan karena saya baru saja masuk ke dalam kalangan mereka [misalnya, yang berlangsung di kedai kebun forum, yayasan seni cemeti dan rumah seni cemeti], maka masuk pulalah wacana mengenai hal-hal di atas ke dalam benak saya.

benjamin lahir tahun 1892 dalam sebuah keluarga yahudi kaya di berlin. ia sudah mencoba untuk bisa menghidupi dirinya sendiri dengan menulis, tapi gaya penulisannya yang khas dan keterlibatannya dalam tema-tema marxis membuat hanya sebagian kecil dari karyanya yang bisa beredar di jurnal sastra, dan hingga pada wafatnya ia masih tergantung dari topangan keuangan dari ayahnya. bantuan keuangan dari sang ayah sengaja dibuat terbatas dengan harapan agar anaknya ini terdorong untuk mendapat pekerjaan yang lebih tetap. namun hal ini tidak pernah terjadi, dan ia menjalani hidup dengan kekecewaan yang semakin menumpuk, yang membawanya pada bunuh diri di tahun 1940 di Port-Bau, perbatasan prancis — spanyol, ketika ia merasa tidak bisa menghindar dari nazi.

hal lain yang mendorong saya ingin tahu tentang pemikiran benjamin adalah fakta bahwa ternyata sumber-sumber mengenai kehidupan urban kota paris abad ke-19 banyak dilaporkannya. ada sebuah esai yang ia tulis [kemudian dibukukan dan menjadi salah satu bab dari buku itu: ILLUMINATION, yang diberi kata pengantar oleh orang hebat hannah arendt!] mengenai kota paris sebagai ibu kota dunia di abad ke-19. juga, tulisan-tulisannya mulai dibaca oleh banyak rekan arsitek.

saya sendiri merasa perlu punya bukunya yang berjudul THE ARCADE PROJECT. suatu buku yang diterbitkan secara anumerta dan lebih berupa kumpulan kliping mengenai kehidupan kota -khususnya arcade, suatu lorong teduh mirip di malioboro yogya yang sering dipakai orang kota untuk nongkrong- yang diambil dari koran, iklan dsb.

buku ini luar biasa tebal. dan bagi pembaca yang ingin mencari koherensi pemikirannya, buku ini sulit dibaca karena sedemikian beragam yang ia masukkan ke sana. namun demikian, menarik juga proyek macam ini dikerjakan. proyek macam ini merekam peristiwa-peristiwa sejaman yang berlangsung di lokasi yang spesifik: kota paris tapi dengan sumber yang berasal dari berbagai sudut pandang dan kepentingan.

saya membeli buku ini karena dikompori oleh rekan saya, undi gunawan, yang berencana membuat perbandingan proyek benjamin ini dengan tulisan-tulisan tentang kota bandung yang dikerjakan secara serial oleh almarhum haryoto kunto. beliau mengisi secara rutin kolom di harian lokal bandung PIKIRAN RAKYAT dan kemudian membukukannya dalam dua buah buku yang selalu dicari orang bila mereka ingin tahu tentang bandung masa dulu maupun kini.
entah sudah sampai di mana perkembangan proyek rekan saya yang cerdas ini. terus terang saya tertarik pada usahanya.